Pelanggaran Ketenagakerjaan Awak Kapal Ikan Masih Kerap Terjadi, Inpeksi Kapal Jadi Solusi

Pelanggaran Ketenagakerjaan Awak Kapal Ikan masih Kerap Terjadi
SULUTNEWS|BITUNG, Pemerintah Indonesia perlu mencari solusi untuk mengurangi praktik pelanggaran ketenagakerjaan yang dialami oleh awak kapal perikanan domestik.
Laporan National Fishers Center menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini terdapat 31 pengaduan awak kapal perikanan yang diterima oleh DFW Indonesia.
Pelanggaran ketenagakerjaan yang sering kali dilaporkan adalah gaji yang tidak dibayar, jaminan sosial dan penelantaran ABK. Terdapat kurang lebih 100 orang awak kapal perikanan yang bekerja di kapal domestik menjadi korban pelanggaran tersebut. Salah satu solusi yang menjadi pilihan pencegahan adalah dengan melakukan inspeksi bersama kondisi awak kapal perikanan.
DFW Indonesia mempunyai pengalaman mendorong pelaksanaan inspeksi awak kapal perikanan di Sulawesi Utara. Inspeksi yang dilaksanakan pada bulan September 2021 tersebut melibatkan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Sulawesi Utara, Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Utara, Syahbandar Perikanan Pelabuhan Perikanan Bitung, dan Pangkalan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Bitung.
Mengingat pelaksanaan inspeksi menitikberatkan pada aspek tenaga kerja, maka misi inspeksi dipimpin oleh Satuan Pengawas Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Utara. Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Sulawesi Utara, Ir Erni Tumundo mengatakan bahwa titik berat inspeksi tenaga kerja fokus pada aspek ketenagakerjaan.
“Pelaksanaan inspeksi dilakukan berdasarkan panduan yang telah disusun dengan 35 check list pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan dokumen, cek fisik, perlengkapan keselamatan, dan akomodasi,” kata Erni kepada media, Selasa (15/02/2022)
Inspeksi terhadap kondisi awak kapal perikanan pada 2 kapal penangkap ikan saat itu menemukan adanya masalah pengupahan, tunjangan hari raya, perjanjian kerja dan jaminan sosial.
“Terhadap temuan hasil inspeksi, kami telah memberikan surat pemberitahuan perbaikan kepada pihak perusahaan,” tambah Erni.
Sementara itu, Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengatakan terdapat urgensi, peluang dan tantangan dalam pelaksanaan inspeksi awak kapal perikanan di Indonesia.
“Jadwal keberangkatan kapal ikan tidak menentu, sehingga inspeksi hanya bersifat supervisial,” kata Abdi.
Padahal, menurutnya inspeksi awak kapal perikanan sebenarnya perlu dilakukan ketika kapal akan berangkat dan kapal kembali melakukan operasi penangkapan ikan.
Hasil inspeksi menjadi umpan balik kepada pemilik kapal untuk melakukan perbaikan dalam pengelolaan awak kapal perikanan.
“Inspeksi bukan untuk mencari kesalahan perusahaan tapi untuk mendorong kepatuhan mereka terhadap regulasi ketenagakerjaan di atas kapal perikanan,” jelas Abdi.
Sejauh ini pihaknya telah mendorong Kementerian Ketenagakerjaan agar berinisiatif berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk bersama-sama melakukan pemeriksaan kondisi awak kapal di kapal ikan.
“Sejauh ini instansi pusat masih belum memprioritaskan inspeksi bersama, sehingga instansi yang mengurus tenaga kerja di daerah perlu mengambil peran dan inisiatif untuk memastikan kondisi pekerja di kapal ikan telah mendapat perlindungan,” tuturnya.
Tantangan inspeksi bersama di Indonesia adalah belum adanya kemauan dari otoritas terkait untuk mau duduk secara bersama-sama guna membahas mekanisme inspeksi yang bisa menjadi acuan bersama.
Sulawesi Utara merupakan pengecualian karena adanya kesadaran dari unsur pemerintah provinsi untuk memperbaiki tata kelola awak kapal perikanan. “Sulawesi Utara ada kemajuan, tinggal intensitas dan sasaran kapal yang akan menjadi fokus inspeksi yang perlu ditingkatkan,” ungkapnya.
Saat ini tercatat terdapat 11.544 awak kapal perikanan yang bekerja pada industri penangkapan ikan di kota Bitung. Dari jumlah tersebut, 70,2% telah ikut serta dalam program asuransi ketenagakerjaan sehingga masih ada pekerjaan rumah untuk mendorong dan memastikan pelaku usaha agar mengasuransikan awak kapal perikanan yang bekerja di kapal ikan.
Seperti diketahui bahwa Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi penghasil tuna dan cakalang terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 jumlah ekspor produk tuna, tongkol dan cakalang dari Sulawesi Utara mencapai angka 21,5juta kg, dengan total pemasukan sekitar USD 129 juta. Dari jumlah tersebut, 8,9juta kg produk tuna berhasil diekspor dan memberi kontribusi pendapatan sebesar USD 71,9 juta. (*)
Editor :Tim Sigapnews
Source : KADIS Ketenagaan Kerja dan Transmigrasi Sulut